BAB
I
PENDAHULUAN
1. 1 Latar Belakang
Merosotnya
nilai tukar rupiah terhadap dollar AS menimbulkan kenaikan harga berbagai jenis
barang, termasuk harga-harga kebutuhan pokok yang dampaknya menyentuh segenap
lapisan masyarakat. Pada dasarnya hal ini tidak akan terjadi apabila semua
kebutuhan pokok dapat dicukupi oleh kita sendiri. Sebenarnya bukan hal yang
tidak mungkin untuk melakukannya, mengingat Indonesia merupakan Negara yang
kaya akan sumber daya alam, baik hayati maupun nonhayati. Hanya saja hingga
saat ini pengelolaan sumber daya tersebut belum optimal. Kebutuhan bahan pokok
sebenarnya mampu kita penuhi, melihat bahwa produk-produk bahan pokok tersebut
berasal atau bersumber dari sumber daya hayati. Kebutuhan masyarakat, baik
pangan, sandang, maupun papan, semuanya merupakan produk olahan yang
menggunakan bahan dasar dari sumber daya hayati.
Dalam
kondisi seperti ini, kita dapat belajar pada Negara tetangga kita, Malaysia,
dalam menetapkan strategi jangka pendeknya. Deputi Perdana Menteri Malaysia,
Datuk Anwar Ibrahim, telah mengintruksikankepada Perdana Menteri Perdagangan
dan Perdana Menteri Pertanian untuk menghentikan impor sayur-sayuran atau
buah-buahan. Bersamaan dengan itu, beliau mengintruksikan agar masyarakat mau
memberdayakan sumber daya lahan yang tersedia untuk menanam sayur-sayuran,
paling tidak untuk mencukupi kebutuhan sendiri. Upaya praktis ini tentu saja
tidak dapat secara makro memperbaiki kondisi perekonomian di Indonesia, namun
paling tidak sejumlah devisa dapat dihemat dan lapangan kerja pertanian dapat
digairahkan kembali.
Untuk
kebijakan makro, kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup tengah mengembangkan
suatu konsep yang ditujukan utntuk peningkatan apresiasi terhadap sumber daya
keanekaragaman hayati kita, sebagai modal dalam pembangunan daerah. Konsep
tersebut adalah Keanekaragaman Hayati
Setempat atau dalam istilah asingnya disebut Bioregional Development Plan.
Dalam
konsep ini, kebutuhan manusia antara lain: pangan, sandang, papan, obat-obatan,
pariwisata dan kegiatannya, harus deiselaraskan dengan pemeliharaan
keanekaragaman hayati, dan kawasan konservasi harus dipadukan dengan lingkungan
alam dan lingkungan buatan yang ada di sekitarnya. Perencanaan pembangunan
untuk perekebunan, kehutanan, areal peternakan, perikanan, dan pemukiman harus
segaris dengan proyek restorasi lahan, rehabilitasi, dan perlingdungan kawasan,
serta upaya konservasi lainnya.
Skala
upaya-upaya tersebut harus disesuaikan dengan proses-proses ekologis dan
kebutuhan, serta persepsi masyarakat setempat. Pendekatan keterpaduan ini
disebut dengan pengelolaan bioregional, yang wujudnya secara structural berupa
pemanfaatan ruang diatur sebagai rencana umum tata ruan wilayah atau kawasan,
sesuai Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
Beberapa
Negara telah mulai menjembatani konsep biosfer ini, dengan menerapkannya dalam
beberapa peraturan perundangan. Indonesia sebagai contoh Undang-Undang No. 5
Tahun 1990 mengenai Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekositemnya, menetapkan
bahwa suaka bisofer ini adalah salah satu kategori kawasan konservasi, yang
dikendalikan dengan satu perangkat hukum.
Indonesia
dikenal sebagai salah satu Negara yang memiliki keanekaragaman hayati tertinggi
di dunia. Dengan kekayaan keanekaragaman hayatinya, Indonesia dikenal dengan mega biodiversity. Wilayah daratan
Indonesia , walaupun hanya menempati 1,32% wilayah daratan bumi, tetapi
memiliki 17% dari seluruh jumlah spesies dunis. Banyak spesies yang merupakan
endemik Indonesia.
Wilayah
Indonesia yang luas dengan beraneka macam kondisi, mulai dari dataran rendah
sampai pegunungan tinggi, mendukung adanya kehidupan flora dan fauna yang
beraneka macam. Masing-masing wilayah Indonesia memiliki potensi sumber daya
hayati yang berbeda-beda, karena perbedaan kondisi lingkungan pada
masing-masing wilayah. Perbedaan tersebut memunculkan keanekaragaman hayati
setempat (biodiversity regional), di
mana masing-masing wilayah, berdasarkan batasan geografi dan komunitas
masyarakat dan sistemm ekologi, akan memiliki kekayaan hayati yang spesifik.
Kekayaan
keanekaragaman hayati yang kita miliki hingga saat ini belum dimanfaatkan
secara optimal. Seharusnya dengan kekayaan hayati tersebut, kebutuhan kita akan
barang-barang, khususnya yang berdasar sumber daya hayati, dapat dipenuhi
sendiri. Swasembada bahan pokok seharusnya dapat dilakukan. Swasembada yang
telah dilakukan masih mengalami hambatan sebab meskipun negara ini hidup dengan
pola agraris, tetapi ketergantungan terhadap agroindustri, baik hulu maupun
hilir tidak dapat dilepaskan.
Kebijakan
tegas untuk meninggalkan kultur agraris, karena ada pandangan bahwa pola
pertanian yang da aselama ini tidak memberikan nilai tambah, sangat naïf. Nilai
tambah yang dimaksud dalam konteks tersebut adalah yang bisa memberikan
kontribusi devisa, bukan dalam pengertian mampu memberikan daya hidup pada
omunitas desa. Bahkan kecenderungannya adalah mengubah kawasan pedesaan yang
mampu mandiri berbasis pertanian keanekaragaman hayati, sebagai ajang konversi,
mejadi kawasan industri dan kawasan pemukiman perkotaan sepeeri kasus kawasan
pedesaan sekitar Jabodetabek.
Ketahanan
negara ini akan kebutuhan bahan pokok sangatlah kurang, karena investasi yang
ada selama ini bukan untuk pembangunan industri yang berbasis sumber daya alam
hayati (agroindustri). Ini memberi dampak pada pembangunan yang ada tidak
mementingkan lingkungan hayati dan tidak berasas pada pembangunan berkelanjutan.
Oleh karena itu, dalam makalah ini akan dibahas tentang Pendekatan Pembangunan
Daerah agar sesuai dengan lingkungan hidup demi memenuhi kebutuhan hidup bangsa
secara mandiri beserta contoh kasusnya.
1. 2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana
melaksanakan Pembangunan Daerah Berwawasan Keanekaragaman Hayati Setempat?
2. Apa
saja faktor-faktor Pembangunan Daerah Berwawasan Lingkungan yang Berbasis
Keanekaragaman Hayati?
1. 3 Tujuan Penulisan
1. Untuk
membahas Pendekatan Pembangunan Daerah Berbasis Keanekaragaman Hayati Setempat
dalam Rangka Upaya Pemenuhan Kebutuhan Hidup Bangsa Secara Mandiri
2. Untuk
mengetahui faktor-faktor agar berjalannya Pembangunan Daerah berwawasan
lingkungan yang Berbasis Keanekaragaman Hayati
3. Untuk
memenuhi tugas akhir mata kuliah Antropologi Pembangunan
4. Untuk
menambah pengetahuan baru yang lebih luas dan bermanfaat
BAB
II
LANDASAN
TEORITIS
2. 1 Karakteristik Pengelolaan Kawasan
Bioregional Plan
akan memiliki keunggulan ekologi, ekonomi, dan sosial budaya, di samping
ketahanan daerah dan nasional, serta kemandirian untuk dapat mengamankan dan
memenuhi kebutuhan hidup. Pengelolaan keanekaragaman hayati dan pembangunan
daerah, melalui konsep bioregional ini memberikan skala pembangunan dalam
dimensi ruang, waktu, dan iptek yang wajar dan manusiawi bagi sebesar-besarnya
kepentingan sebagian besar masyarakat.
Peralihan
konsep pembangunan yang konservatif dan berorientasi pada pengembangan industry
nonpertanian dan ipteknya, serta konsep bioregional membutuhkan penyelarasan
kebijakan politik, ekonomi, dan sosial yang cukup besar secara sistem.
Masyarakat diharapkan dapat memulai pengembangan jati dirii dalam pencapaian
tujuan dan sasaran pembangunan, berdasar keunggulan daerah yang dimilikinya.
Keunggulan tersebut adalah kearifan tradisional setempat dalam pengelolaan
lingkungan, komponen keanekaragaman hayati yang khas dan memiliki potensi pasar
serta berbagai kondisi yang menguntungkan dalam bioregionalnya.
Dalam
pelaksananya, program pengelolaan bioregional harus meliputi kawasan yang cukup
luas sebagai bagian dari pembangunan daerah, yang mencangkup habitat-habitat
serta fungsi dan proses ekosistem yang dibutuhkan, untuk menjamin ketahanan
ekologis bagi komunitas biotik dan populasi dalam jangka panjang. Kawasan
bioregional ini harus mampu mengakomodasikan pola migrasi, mengantisipasi siklus
alam, dan beradaptasi terhadap dampak perubahan iklim dan perekonomian global.
Semua
pihak (stakeholder) yang ada
mempengaruhi atau memperoleh keuntungan dari pemanfaatan sumber daya di dalam
suatu region didorong untuk dapat mengembangkan keterampilam, informasi, dan
memperluas kesempatan untuk dapat berpartisipasi secara aktif dalam perencanaan
dan pengeleolaan bioregional. Untuk itu, diperlukan peningkatan dan pembangunan
kapasitas lokal untuk berpartisipasi menegosiasikan, dan melakukan berbagai
tugas yang terkait dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya.
Sasaran
utama dalam pembangunan regional berdasar pada terangkatnya nilai-nilai jati
diri daerah. Dengan pendekatan ini berarti pendekatan regional membutuhkan
kemauan politik daerah dan pusat untuk desentralisasi, membuka peluang lebih
besar untuk akses, dan kesetaraan penanganan atau tindakan kelembagaan bagi
sebgaian besar sektor pembangunan. Saat ini perencanaan pembangunan daerah dan
pengelolaan sumber dayanya masih tersentralisasi pada pembagian dan
spesialisasi pembangunan secara sektoral, yang belum tersistem secara terpada
dalam pengelolaan suatu kawasan.
Berbagai
pihak yang berkepentingan dalam pengelolaan pembangunan kawasan berbasis
bioregion sampai saat ini belum mempunyai kapasitas, akses, dan pemilikan
informasi yang setara sehingga menyebabkan masing-masing aktor berjalan
sendiri-sendiri dan tidak berkaitan. Akibatnya, hal ini tidak mengundang
partisipasi masyarakat secara efektif dan merata. Sementara itu, pemerinhtah
daerah ataupun sektor terkait lainnya belum mengembangkan studi mengenal
potensi komponen keanekaragaman hayati unggulan yang dapat dijadikan jati diri
daerah. Dalam arti mampu dikembangkan sebagai komoditi unggulan bagi
perekonomian daerah, atau merupakan cirri khas daerah yang mampu dikembangkan
budi dayanya untuk memperoleh nilai ekonomi.
2. 2 Peranan Manusia dalam
Melestarikan Potensi Lingkungan Hidup
Sebagai penduduk bumi, manusia bertanggung jawab
terhadap Tuhannya, dalam arti menjaga kelangsungan hidup manusia dan
kelestarian lingkungannya.
Soejiran
(1983), menjelaskan bahwa manusia berinteraksi dengan lingkungannya. Manusia
mempengaruhi lingkungan hidupnya dan juga dipengaruhi oleh lingkungannya. Dalam
usaha menjaga kelangsungan hidupnya, manusia berusaha menafaatkan sumber-sumber
alam yang ada dengan disertai pengelolaan yang baiki. Manusia sangat dominan
dalam mengelola logam berat mercuri (Hg), air tawar yang terdapat dalam sungai
itu tidak dapat lagi digunakan untuk keperluan hidupnya, khususnya untuk minum.
Demikian pula ikan yang merupakan kebutuhan manusia, sebagai sumber protein
dapat mempengaruhi fungsi fisiologis tubuh manusia, karena sudah dicemari oleh
logam berat, yang dapat mengakibatkan kematian. Pembuangan limbah yang banyak
mengandung Mercuri ke sungai, merupakan perbuatan yang tidak bertanggung jawab
terhadap kelestarian ekosistem. Dalam kasus ini, manusia berfungsi sebagai
perusak lingkungan. Ia tidak memperhatikan orang laindan hanya memikirkan
berapa banyak keuntungan yag diperoleh dari perusahaannya. Jadi bencama alam
dapat dibuat oleh manusia. Membuang sampah radio aktif ke laut tanpa dilengkapi
dengan alat pengaman dapat menghancurkan ekosistem laut tersebut. Peristiwa
kebocoran reactor nuklir ChernobyII (Rusia) dan pabrik insektisida di Bophal
(India) banyak meminta korban manusia, serta akibat sampingnya dalam jangka waktu
yang cukup lama.
2. 3 Interaksi antara Lingkungan
Hidup dan Pembangunan Nasional
Hubungan
antara Parameter Lingkungan Hidup dan aktivitas pembangunan.
Yang
dimaksud sumber daya dalam lingkungan hidup meliputi:
a.
Sumber daya alam,berupa seluruh benda dan
tenaga alam yang dapat dimanfaatkan untuk tujuan produksi dan konsumsi dalam
hubungannya dengan pemenuhan kebutuhan hidup manusia;
b.
Sumber daya manusia berupa potensi
tenaga kerja yang dimiliki manusia;
c.
Sumber daya buatan, berupa modal,
teknologi, dan seluruh prasarana buatan manusia untuk keperluan upaya
peningkatan kesejahteraan manusia.
Mengingat segi geografinya, Indonesia memiliki posisi
yang sangat menguntungan dan sangat strategis. Namun perlu kiranya disadari
bahwa efektivitas kemanfaatnnya sangat tergantung kepada kebijaksanaan
masyarakatnya. Peningkatan hubungan perdagangan dan ekonomi dengan berbagai
negara bisa membawa peningkatan pendapatan serta kesejahteraan rakyat Indonesia.
Tetapi di samping itu kedudukan strategis Indonesia itu memberikan kemungkinan
yang luas masuknya imigran gelap ke wilayah Indonesia. Hal ini selanjutnya
memberikan pengaruh kepada tingkat pertumbuhan penduduk menjadi semakin cepat
yang dengan sendirinya akan dapat memberikan dampak dan akibat-akibat yang
negatif.
Sebagaimana uraian terdahulu, Indonesia sangat
beruntung karenaa kekayaan alamnya yang cukup potensial bagi pembangunan
nasional serta sebesar-besarnya kemakmuran dan kesejahteraan rakyatnya. Potensi
hasil hutan berupa produksi kayu dan hasil-hasil hutan lainnya, sedangkan
potensi kekayaan hasil tambang berupa minyak bumi terutama, akan merupakan
sumber pendapatan nasional yang sangat besar manfaatnya bagi peningkatan
kesejahteraan rakyat Indonesia. Namun pemanfaatan sumber daya alam secara
intensif maupun ekstensif tanpa teknologi tepat-guna, dan tanpa kesadaran untuk
melestarikannya maka sumber daya alam sebagai dambaan satu-satunya itu akan
cepat tidak mampu memberikan penghidupan yang diharapkan masyarakat. Keadaan
tersebut akan diperburuk oleh pertumbuhan penduduk yang cepat.
BAB
III
PEMBAHASAN
3.1 Pembangunan Daerah Berwawasan
Keanekaragaman Hayati Setempat (Bioregional
Development Plan)
Dalam
rangka mendukung terwujudnya swasembada pangan, sandang, papan, dan
obat-obatan, perlu dikembangkan pemanfaatan sumber daya hayati yang kita miliki
dalam konsep Bioregional Development
Plan. Dalam pengembangannya, Bioregional
Development Plan berpusat pada kawasan-kawasan fungsi lindung dan atau
kawasan konservasi yang sudah ada, sebagai inti dari bioregion, di mana fungsi-fungsi ekologis dan pengawetan plasma
nutfah dilaksanakan dengan ketat. Kawasan ini dikelilingi oleh suatu zona
penyangga yang berfungsi untuk penelitian, pendidikan, perlindungan, dan
kegiatan ekstrasi secara sangat terbatas.
Pada sisi luar zona penyangga ini
terdapat zona peralihan, di mana kegiatan ekstrasi dalam bentuk hutan produksi
terbatas dan peternakan/pertanian terbatas dapat dilaksanakan. Di luar zona ini
terdapat kawasan produksi/budi daya dan pemukiman. Dari segi pengembangan dan
katahanan komoditas, zona inti bioregion
yang dikelola sebagai pusat konservasi, yang dimaksud dapat dikembangkan atau
ditetapkan dari hasil studi pusat keanekaragaman hayati unggulan.
Sementara itu, Daerah Aliran Sungai
(DAS) dikelola dengan pendekatan keterpaduan untuk seluruh unsure pembentuk
DAS. Dimulai dari daerah tangkapan air dan mata air di daerah pegunungan hingga
ke lautan, serta melintas berbagai tata guna lahan dari kawasan lindung di
daerah pegunungan hingga ke lahan perikanan tambak di daerah muara sungai.
Lahan-lahan pertanian dikelola untuk mengoptimalkan produktivitas jangka
panjang dan ikut melestarikan keanekaragaman hayati dengan mengurangi bahan
kimiawi sintesis untuk pemupukan dan pengendalian hama penyakit, memanfaatkan
sebesar mungkin jenis-jenis unggulan lokal sebelum memutuskan menggunakan bibit
eksotik, serta melakukan penanaman pohon-pohonan, pembatas lahan, perindang jalan dan hutan masyarakat
dalam membentuk lansekap kawasan pertanian. Di sini perlu juga dikembangkan agroforestry dalam pemanfaatan zona
peralihan.
Selanjutnya, suatu rangkaian
kelembagaan yang berbasis masyarakat sebagai pendukung konservasi
keanekaragaman hayati, termasuk penyimpanan benih (seed bank), pelayanan penyuluhan pertanian serta stasiun
penelitian, inventarisasi, dan pemantauan keanekaragaman hayati perlu
dikembangkan bersama-sama dalam bioregion
tertentu. Lembaga swadaya masyarakat
dapat membantu berupa dukungan informasi, baik bagi pemerintah maupun
masyarakat, serta sebagai pusat informasi mengenai keanekaragaman hayati
sebagai vocal point untuk dialog
nasional, pertukaran informasi, dan kegiatan kolektif. Diharapkan dengan upaya
ini maka keberlanjutan pembangunan pertanian dan pedesaan dapat terselenggara.
3. 2 Faktor-Faktor Pembangunan Daerah
Berwawasan Lingkungan
Menurut Surna T. Djajadiningrat, proses pembangunan berkelanjutan
bertumpu pada tiga faktor utama, yaitu: (1) kondisi sumber daya alam; (2)
kualitas lingkungan, dan (3) faktor kependudukan. Dengan demikian, pembangunan
berkelanjutan tidak akan bermakna banyak apabila tidak turut memperhatikan
aspek-aspek yang berwawasan lingkungan. Oleh karena itu, pembangunan haruslah
mampu untuk menjaga keutuhan fungsi dan tatanan lingkungan, sehingga sumber
daya alam yang ada dapat senantiasa tersedia guna mendukung kegiatan
pembangunan baik untuk masa sekarang maupun masa yang akan datang. Untuk
menciptakan konsep pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan
(CBESD), maka diperlukanlah pokok-pokok kebijaksanaan yang di antaranya
berpedoman pada hal-hal sebagai berikut:
a. Pengelolaan
sumber daya alam perlu direncanakan sesuai dengan daya dukung lingkungannya;
b. Proyek
pembangunan yang berdampak negatif terhadap lingkungan dikendalikan melalui
penerapan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) sebagai bagian dari studi
kelayakan dalam proses perencanaan proyek;
c. Adanya
pengutamaan penanggulangan pencemaran air, udara, dan tanah;
d. Pengembangan
keanekaragaman hayati sebagai persyaratan bagi stabilitas tatanan lingkungan.
e. Pengendalian
kerusakan lingkungan melalui pengelolaan daerah aliran sungai, rehabilitasi dan
reklamasi bekas pembangunan, serta pengelolaan wilayah pesisir dan lautan;
f. Pengembangan
kebijakan ekonomi yang memuat pertimbangan lingkungan;
g.Pengembanan peran
serta masyarakat, kelembagaan, dan ketenagaan dalam pengelolaan lingkungan
hidup;
h. Pengembangan
hukum lingkungan yang mendorong badan peradilan untuk menyelesaikan sengketa
melalui penerapan hukum lingkungan;
i. Pengembangan
kerja sama luar negeri.
Dari
uraian di atas, maka sudah tampak jelas bahwa terdapat kesesuaian antara norma
“berwawasan lingkungan” dengan perubahan iklim. Segala strategi dan kebijakan
yang berkaitan dengan lingkungan secara khusus ketika aktor-aktor negara ingin
melaksanakan aktivitas perekonomian. Secara teoritis dan praktis, penilaian
sumber daya alam dengan berdasarkan biaya moneter dari kegaiatan ekstraksi dan
distribusi sumber daya semata sering telah mengakibatkan kurangnya insentif
bagi penggunaan sumber daya yang sustainable (berkelanjutan). Ada dua
kepentingan yang saling dibutuhkan suatu bangsa saat ini yakni kepentingan
pembangunan dan pelestarian lingkungan. Kuatnya saling interaksi dan
ketergantungan dua faktor itu maka diperlukan pendekatan yang cocok bagi
kepentingan pembangunan berkelanjutan atau pembangunan berwawasan lingkungan
(sustainable development).
Selanjutnya
dengan kegiatan konsumsi yang berlebihan terhadap sumber daya untuk kegiatan
produksi mengakibatkan terjadinya penurunan kualitas lingkungan yang menjadi
beban dan biaya lingkungan masyarakat. Untuk mendukung penggunaan sumber daya
yang sustainable maka biaya lingkungan akibat penurunan kualitas itu harus
diintegrasikan dalam seluruh aspek kegiatan ekonomi yang tidak hanya pada pola
konsumsi dan perdagangan tetapi juga sumber daya seperti laut, air segar, dan hutan-hutan,
dan sumber daya alam lainnya yang terdapat di daerah setempat.
Integrasi
ekonomi dan lingkungan dalam pembangunan yang berkelanjutan tergantung banyak
faktor. Menurut Lonergan (1993) untuk menjamin terlaksananya pembangunan yang
berwawasan lingkungan, ada tiga dimensi penting yang harus dipertimbangkan. Pertama
adalah dimensi ekonomi yang menghubungkan pengaruh-pengaruh unsur
makroekonomi dan mikroekonomi pada lingkungan dan bagaimana sumber daya alam
diperlakukan dalam analisa ekonomi. Kedua, adalah dimensi politik yang
mencangkup proses politik yang menentukan penampilan dan sosok pembangunan,
pertumbuhan penduduk, dan degradasi lingkungan pada suatu negara. Dimensi ini
juga termasuk peranan agen masyarakat, struktur sosial dan pengaruhnya terhadap
lingkungan. Ketiga, adalah dimensi sosial dan budaya yang mengaitkan antara
tradisi atau sejarah, dominasi ilmu pengetahuan barat, serta pola pemikiran dan
tradisi agama. Ketiga dimensi ini berinteraksi satu sama lain untuk mendorong
terciptanya pembangunan yang berwawasan lingkungan.
Dalam
konteks ilmu pengetahuan, keterkaitan antara aktivitas ekonomi dan lingkungan
dikaji dalam bidang ilmu yang dikenal sebagai ilmu ekonomi sumberdaya dan
lingkungan. Ekonomi Sumber Daya dan Lingkungan ini mengkhususkan kajian tentang
hubungan antara ekonomi dan lingkungan yang meliputi: (1) analisa dampak
lingkungan dari aktivitas ekonomi umat manusia seperti kegiatan produksi dan
konsumsi barang dan jasa; (2) analisa dampak ekonomi terhadap kerusakan alam
seperti kesehatan manusia dan hewan; kerusakan terhadap lingkungan fisik
(buatan manusia) seperti bangunan, intalasi dan lain sebagainya; serta (3)
mempelajari pilihan dan tingkah laku manusia dalam memecahkan konflik yang
berkaitan dengan perubahan lingkungan, bagaimana manusia sebagai individu
maupun kelompok dalam melakukan kompromi (tradeoff) antara nilai ekonomi dan
lingkungan atau memasukan unsur lingkungan dalam analisa ekonominya.
Keterkaitan
antara aktivitas ekonomi dan kualitas lingkungan inilah yang melatarbelakangi
berkembangnya konsep pembangunan yang berwawasan lingkungan. Pembangunan
berwawasan lingkungan tidak lepas dari bagaimana keterkaitan antara lingkungan
sebagai asset dan aktivitas ekonomi sebagai basis bagi kajian ekonomi yang
berdimensi lingkungan.
Pembangunan
daerah yang berwawasan lingkungan yang berbasis keanekaragaman hayati setempat
harus memperhatikan beberapa hal yang ada di lingkungan sekitar. Pembangunan
tidak dapat dilakukan apabila merugikan bagi kelangsungan hidup manusia dan
tidak melihat dari aspek kelingkungan setempat.
3. 3 Studi Kasus
KAWASAN PERMUKIMAN
KALIANAK
Pembangunan wilayah permukiman di kawasan amatan
dilaksanakan secara berencana dengan memperhatikan kemampuan dan daya dukung
lingkungan selain itu pembangunan diarahkan agar terjadi hubungan yang harmonis
antar wilayah pembangunan dalam lingkup kota Surabaya serta keharmonisan antar
kota dengan lingkungannya. Pemberdayaan masyarakat pada kawasan pemukiman
yaitu sebagai berikut :
a.
Peningkatan kualitas sumber daya manusia dengan mengutamakan pemerataan dan
peningkatan mutu pendidikan kejuruan dan pendidikan keahlihan, yang dapa tmeningkatkan mutu penguasaan
ilmu pengetahuan, kemampuan pengkajian dan ahli teknologi, sehingga produktivitas
kerja tinggi dan mampu mengolah Pembangunan Daerah.
b.
Penguasaan mutu kehidupan dan kesejahteraan masyarakat berpenghasilan rendah sebagai upaya mengentas
masyarakat kurang mampu yang berada di kantong-kantong kemiskinan, dalam arti
memperkecil kesenjangan yang tajam, baik secara fisik, sosial dan ekonomi ;
·
Peningkatan keterpaduan pembangunan sosial kemasyarakat (pembinaan
peranserta masyarakat, pembinaan disiplin terpadu dengan penyuluhan/penertiban
pada daerah yang mempunyai kantong-kantong kemiskinan kumuh).
·
Peningkatan penanganan perumahan dan pemukiman kumuh (penertiban
pemukiman kumuh yang illegal, menetapkan program KIP, pembanguna nrumah sangat sederhana, ijin lokasi dan IMB).
·
Peningkatan pembinaan sektor ekonomi
masyarakat / sektor informal (membina
lokasi PK-5 yang diresmikan, mengendalikan daerah operasi secara bertahap,
khususnya di jalan protokol, membentuk badan pengelola kesehatan dan ekonomi masyarakat,
membuka klinik usaha dan kesehatan, serta konsultasi alih profesi pemulung dan asongan).
c. Pembinaan
kependudukan, tenaga kerja dan keluarga sejahtera ;
·
Pengendalian kependudukan untuk
menurunkan tingkat kelahiran, kematian BALITA, serta meningkatkan usia harapan
hidup dan menekan urbanisasi.
·
Peningkatan kesehatan tenaga kerja.
·
Peningkatan kualitas keluarga sehat, baik
lahir maupun batin secara terpadu. Kegiatan pembangunan yang telah dilakukan pada kawasan pemukiman
dengan memberdayakan
masyarakat antara lain ;
ü Memprioritaskan
masyarakat setempat untuk bekerja pada industri-industri yang ada di lingkungan
permukiman. Dengan kondisi tingkat pendidikan dan ketrampilan yang dimiliki oleh
masyarakat maka biasanya mereka bekerja sebagai buruh industri.
ü Tumbuhnya
rumah produktif oleh masyarakat setempat, terutama disepanjang jalan Kalianak
sebagai wujud kemandirian dari masyarakat dalam mengatasi faktor ekonomi
masyarakat.
ü Peningkatan
sumberdaya masyarakat dengan diadakannya penyuluhan mengenai kesehatan masyarakat
dan lingkungan permukiman di tingkat Kecamatan. Penyelenggaraan ini dengan maksud
membangun kapasitas pengelolaan yang bertumpu pada inisiatif dan partisipasi
masyarakat, bersama kelompok swasta, lembaga swadaya masyarakat dan aparat
pemerintah.
ü Mendata
masyarakat yang masih berada pada garis kemiskinan untuk mendapat prioritas
pendanaan dalam peningkatan kualitas rumah dan sosial ekonominya (P2KP-Program
Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan), pendanaan awal inihanya sebagai pancingan
yang kemudian diharapkan masyarakat dapat termotivasi untuk peningkatan lebih
lanjut. Pengelolaan P2KP berupa dana bergulir dilakukan oleh masyarakat melalui
Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) yang menampung segala aspirasi masyarakat
setempat.
ü Partisipasi
dari masyarakat dalam peningkatan kualitas permukiman, antara lain dengan pembangunan dan
perbaikan prasarana jalan kampung, pembuatan balai warga yang semua itu
untuk kepentingan bersama.
ü Diadakannya
rembuk bersama dari pihak masyarakat, swasta maupun pemerintah dalam mengatasi
masalah lingkungan permukiman yang ada. Hal ini diharapkan dapat menggali
aspirasi dari masyarakat setempat untuk tanggap lingkungan masyarakat dan
lingkungan hayati setempat.
3.
4
Usulan Pembangunan Wilayah Permukiman Dengan Melihat Pembangunan yang
berawawasan Lingkungan Setempat Pada Kawasan Permukiman Kalianak
Dalam pembangunan wilayah terkait
dengan pemanfaatan lingkungan hayati setempat dan agar mendapatkan hasil
pembangunan yang optimal hendaknya dalam proses pembangunan harus
mempertimbangkan hasil aspirasi masyarakat setempat selain harus sesuai dengan
apa yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Pembangunan juga harus memperhatikan
beberapa aspek:
1.
Saat pembangunan wilayah berlangsung
harus melihat sisi tata ruang lingkungan dan memanfaatkan lingkungan hayati
setempat untuk mengefesiensikan bahan-bahan serta peralatan yang akan
digunakan.
2.
Pelestarian dan Pengelolaan kawasan
lindung juga diprioritaskan daiam kebijakan-kebijakan yang berlaku pada kawasan
permukiman Kalianak. Untuk saat ini kurang mendapat perhatian akan
keberlangsungan kawasan lindung tersebut yaitu berupa hutan bakau di tepi
pantai sebelah utara jalan kalianak.
3.
Sebaiknya masyarakat setempat
mempelajari pengetahuan tentang pembangunan berkelanjutan yang berawawasan
lingkungan agar tercipta keseimbangan lingkungan dan terpenuhinya penghidupan
bagi masyarakat setempat.
BAB
IV
KESIMPULAN
Dalam melaksanakan pembangunan wilayah/daerah yang
berawawasan lingkungan haruslah meperhatikan berbagai sudut pandang. Sebuah
pembangunan berkelanjutan harus melihat bagaimana agar dalam proses
pelaksanannya tidak terjadi banyak hambatan yang akan menganggu proses
pelaksanaan pembangunan. Agar tidak terjadi hambatan dan kesulitan maka
diperlukan pengetahuan yang cukup serta potensi daerah terkait mengenai sumber
daya lingkungan yang tersedia. Apabila segala aspek telah diperhatikan dan
pembangunan yang berwawasan lingkungan berhasil dilakukan serta berjalan dengan
baik maka ini dapat dijadikan contoh yang baik serta dapat dikembangkan di
beberapa daerah lain agar tercipta daerah-daerah yang berpotensi. Setelah semua
berhasil maka negara akan sangat diuntungkan karena daerah-daerah telah
berhasil membangun kepribadian yang berwawasan lingkungan dalam upaya pemenuhan
kehidupan bangsa yang mandiri.
DAFTAR
PUSTAKA
Silas, Johan. 1992. Kampung
Surabaya Menuju Metropolitan. Yayasan Keluarga Bhakti
Surabaya dan Surabaya
Post.
Anonimous. 2000. Agenda 21 Sektoral: Buku 1 Seri Panduan Perencanaan
Pembangunan
Berkelanjutan; Membuat Pembangunan Berkelanjutan, Upaya Mencapai
Kehidupan yang Makin Berkualitas.
United Nations Development Programme and Kantor Menteri Negara Lingkungan
Hidup.
Sugandhy,
Aca. Hakim, Rustam. 2007. Prinsip Dasar
Kebijakan Pembangunan
Berkelanjutan
Berwawasan Lingkungan. Jakarta:
PT Bumi Aksara.
Arianto,
Ismail. Prawiroatmojo, Dendasurono. Munandar, A. Djakasi, Agnes. Rachman
Ritonga,
Abdul. Suwardi. 1989. Pendidikan
Kependudukan dan Lingkungan Hidup di IKIP dan FKIP. Jakarta: Proyek
Peningkatan Kependudukan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
pasal 3 yaitu bahwa
penyelenggaraan penataan ruang bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah
nasional yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan
Nusantara dengan terwujudnya:
- keharmonisan antara lingkungan alami dan buatan;
- keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan
sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia; dan
- perlindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif
terhadal lingkungan akibat pemanfaatan ruang.